Kampung Inggris pt.4 : Candi Tegowangi dan Nyasar di Kampung Inggris


Jam satu entah lewat berapa. Ternyata gate kita di pindah, dari gate 6 ke gate 9. Semua penumpang pada lari ke gate 9. Kita? Ikutan lari lah, pasca trauma ketinggalan pesawat.

Sampe kita masuk ke pesawat nggak ada hal serius yang terjadi sama kita, kecuali perut yang mulai keroncongan. Maklum makanan berat yang terakhir kita makan itu Cuma soto ayam kemaren, dan hari ini Cuma ngeganjel perut pake roti tawar yang kemaren kita beli di indomaret sama snack-snack gratis dari airy. Sambil nahan laper, aku milih buat tidur.

Kita nyampe di Bandara Juanda sekitar jam tiga. Nungguin Bapak travel yang mau jembut kita masih lama nyampenya. Sekitar jam empatan bapaknya baru dateng. Bapaknya bantu dorong koper kita keparkiran, trus kita disuruh nunggu. Bapaknya balik lagi ke depan bandara. Awalnya  kita kira bakal Cuma kita berdua yang jadi penumpang ini travel, ternyata nggak.

Sepuluh menit kemudian, bapaknya balik lagi. Bawak tiga cewek yang ngobrol dengan bahasa yang nggak bisa kita pahami. Ternyata mereka orang Aceh. Kita sempat kenalan, tapi aku udah lupa namanya siapa aja. Sama kaya kita berdua, tiga cewek ini blom makan apa-apa dari pagi. Nice. Semobil bisa busung lapar wkwk.

Bapak sopirnya balik lagi ke bandara dan bawak dua orang lagi. Satu cewek. Satu ustad. Awalnya kupikir ustadnya mau belajar bahasa inggris juga, ternyata nggakding. Ustadnya mau ke Pesantren. Ustadnya duduk di depan, samping kursi supir dan turun paling awal nantinya. Cewek yang satu lagi duduk disampingku. Perawakannya kurus tinggi, orangnya ramah. Dan dia orang Bengkulu, jadi kita masih sebahasa walau nggak mirip-mirip amat, tapi kita paham apa yang dia omongin. Namanya Diana dan kita seumuran. Yang bikin salut, diana berangkat sendirian ke Kampung Inggris.

Travel baru keluar dari Bandara sekitar jam lima lewat. Setelah hampir dua jam  perjalanan, Bapak Travelnya ngajak berenti buat makan malem di warung makan yang sederhana. Sebelum makan kita milih buat sholat dulu, baru makan. Ipid nunggu di meja jagain tas kita, dia lagi berhalangan buat sholat. Kelar sholat kita bertiga baru makan, cewek-cewek aceh udah pada selesai makan.

Jam sepuluh malem kita nyampe di kampung inggris, akhirnya. Suasana di camp udah mulai sepih, semua penghuni udah pada tidur di kamarnya masing-masing. Kita berdua di anter sama Bu Min (pengurus asrama) ke kamar nomor 8.  Satu kamar itu bisa di huni  oleh 4 orang. Pas aku sama ipid masuk kamar, udah ada satu orang yang duluan sampe, dialah yang kita panggil mama nantinya.

Hesty namanya, darah cantik dari jawa tengah. Pertama kali liat hesty yang ada di otaku itu dia mirip banget sama Prilly! Orangnya ramah dan enak diajak ngomong, ditambah lagi kita seumuran. Rasanya kita bakalan cocok. Seperti kataku di atas tadi, satu kamar itu isinya 4 orang, tapi yang satu lagi belum dateng, jadi baru kami bertiga yang ada di kamar nomor 8.

Besoknya paginya kita dianter sama bu min untuk sewa sepeda, karena jarak dari camp kita ke elfast (tempat kursus) lumayan jauh, biar nggak capek jalan kita sewa sepeda. Rata-rata anak di camp logico semuanya sewa sepeda. Untuk harga sewanya macem-macem, mulai dari 100.000.- sampe 150.000.-/bulan aku sama ipid sewa yang 125.000.- jadi kualitasnya ditengah-tengah wkwk. Kita berdua milih warna ungu, bukan karena mau samaan, tapi kita milih joknya yang paling nyaman.

Abis dari sewa sepeda, kita nggak langsung pulang, kita berdua ke elfast dulu untuk ngurus administrasi. Balik dari elfast kita berdua memutuskan untuk explore pare, dan milih untuk jalan ke candi tegowangi setelah searching-searching di google. Tapi sebelum ke Candi, kita mampir ke Minimarket dulu buat beli kebutuhan sehari-hari, kayak spon mandi, sabun cuci, stop kontak dan lain-lain.

Diperjalanan kita ketemu lagi sama Diana, cewek satu travel sama kita dari bandara. Kita sempat ngobrol-ngobrol dikit sama Diana, sama temennya juga yang udah lama di Pare. Temennya itu bilang kalo kita sewa sepeda kemahalan, ditempat lain sewa sepeda bisa 80.000.-/bulan. Nggak papala menurutku, mungkin kualitas sepedanya beda. Trus juga dia bilang kalo di Candi itu nggak ada apa-apanya, Cuma candi tok. Ya, emang kita berdua ke candi mau liat Candi, emang ada Candi dalemnya Mall? Wkwkwk.

Walau dibilang nggak ada apa-apa di candi, aku sama ipid tetep mau ke candi, salah satu alasannya karena kita berdua emang belum pernah ngeliat candi apa pun. Kita ngelanjutin perjalanan, setelah goes lumayan jauh, ternyata kita salah arah wkakakk. Kita malah pergi kearah berlawanan, padahal udah ngikutin maps. Akhirnya kita putar arah, diperjalanan ke Candi kita ngeliat kiri-kanannya ladang jagung menghampar bewarna hijau kekuningan dan diatasnya langit biru yang cerah, walau panas jadi nggak berasa karena pemandangannya yang oke. Selain itu juga kita nggak terasa terlalu capek goes sepeda karena jalannya menurun. Perjalanan pergi ke candi itu, sumpah asik banget. Berasa kayak Shinchan sepedaan di musim panas hahaha.

Setelah perjalanan yang jauh dan agak melelahkan akhirnya kita sampe di Candi Tegowangi, permirsa-pemirsa. Beri tepuk tangan yang meriah untuk keuletan kita *Plok-plok-plok-plok*.



Sedikit info, Candi Tegowangi ini berlokasi di desa Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa timur. Candi ini berdenah bujursangkar yang menghadap ke arah barat dengan dimensi 11,20 mX11,20m dan tinggi 4,35m. Pondasinya terbuat dari bata, sedangkan batu kaki dan sebagian yang tersisa terbuat dari batu adesti. Menurut kitap pararaton, candi ini merupakan tempat Pendharman Bhre Matahun. Bhre Matahun sendiri menginggal pada tahun 1310 C (1388 M) karena itulah perkiraan candi ini di bangun pada tahun 1400 M di masa Majapahit.

Waktu kita baru dateng, pengunjung Candi lumayan rame, ada rombongan yang dateng dengan kereta-keretaan. Kalian tau kan kereta-keretaan yang sering muter-muter dalem mall, isinya bocah-bocah sama emak-emaknya? Nah kurang lebih kereta itulah yang mereka naikin. Ada juga pengunjung lain yang dateng bareng keluarganya. Lumayan ramehlah pengunjungnya pas kita kesana.

Untuk ukuran orang yang belum pernah liat candi, candi tegowangi ini lumayan bagus buatku, mungkin memang nggak semegah borobudur atau prambanan, tapi cukup oke untuk dijadiin background foto. Candi ini gak begitu besar, bagian depannya udah ada yang runtuh sekitar 25-35 % mungkin. tapi bagian belakang sama samping kanan masih utuh dan kokoh. Dibagian dinding-dinding candi ada ornamen orang-orang khas ornamen-ornamen candi pada umumnya.



Buat kalian yang mau ke kampung inggris atau lagi di kampung inggris pare, kediri nggak ada salahnya mampir ke situs sejarah yang satu ini. Itung-itung karya wisata, apa lagi nggak dipungut biaya apapun untuk kunjungan ke candi tegowangi ini.


Setelah selesai mengamati detail candi dan foto-foto, aku sama ipid sempat ngobrol sebentar sama pengurus candinya. Bapaknya bilang kalau banyak anak dari kampung inggris yang berkunjung ke sini, ada yang naik mobil, ada juga yang naik motor, tapi nggak sedikit juga yang ngontel (naik sepeda) kayak kita berdua.

Bapaknya juga ngasih tau jalan pintas untuk balik ke kampung inggris, yang kata si bapak lumayan deket ketimbang jalan yang kita lewati tadi. Jadi nggak bakal terlalu capek goes sepedanya, apalagi pas jalan balik jalanannya itu nanjak keatas.

Kita ngikutin saran bapaknya, emang lebih deket dan lebih cepet daripada jalan pertama pas kita pergi tadi. Tapi karena jalan yang menanjak, kita berdua tetep ajak kecapekan. Badan kita bercucuran keringet dan betis juga rasanya mau pecah. Pinternya aku, dipanas terik itu malah pake jaket, tebel pula. Beberapa kali kita istirahat dulu. Dan yang lebih kocaknya, kita berdua nggak bawa minum. Taulah gimana hausnya kita hari itu.

Setelah sampe di kampung inggris, lagi-lagi drama dalam hidup kita muncul! Aku sama Ipid lupa dimana lorong Camp kita! Setiap gang kita masukin, setiap lorong kita telusurin tapi hampir sejam lebih kita masih nggak nemu dimana lorongnya. Beberapa kali kita keluar masuk lorong yang sama, beberapa kali juga kita kembali ketempat awal dimana pertama kita masuk. Ampun! Kenapa semua lorong di Pare rasanya mirip-mirip.

Dan untuk kesekian kalinya, hari minggu itu terasa lebih puanjaaaaaaanngggggg dari pada hari biasanya.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Le Bridge Cafe Pantai Marina dan Bersepeda Keliling Ancol

Mengenal Rumah Tradisional Lamban Tuha

Kuliner Pagi di Pasar Kuto Palembang

Berwisata Heritage di Kampung Arab Al-Munawar

Kampung Inggris part.1 : Rencana berangkat ke Kampung Inggris